Uncategorized

MOU Anggaran Bantuan Hukum Desa Di Lampung Selatan Dengan 3 PBH yang Belum Terakreditasi jadi Sorotan Masyarakat

93
×

MOU Anggaran Bantuan Hukum Desa Di Lampung Selatan Dengan 3 PBH yang Belum Terakreditasi jadi Sorotan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Www.starindonews.com. KALIANDA ,– Pengelolaan dana bantuan hukum yang berasal dari dana desa (DD) tahun anggaran 2025 oleh sejumlah kepala desa di Kabupaten Lampung Selatan ditengarai bermasalah hingga menjadi sorotan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaannya dilakukan tidak sebagaimana mestinya sebagaimana peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut sebuah sumber terpercaya, hampir seluruh desa yang ada di Lampung Selatan, sejak awal tahun 2025 telah menjalin kerja sama dalam program bantuan hukum di desa dengan sejumlah lembaga yang belum terakreditasi baik sebagai OBH (Organisasi Bantuan Hukum) maupun organisasi PBH (Pemberi Bantuan Hukum).

Padahal, sebagaimana yang diamanahkan didalam undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum maupun PBH Peraturan Menkumham Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Standar Layanan Bantuan Hukum dan Pedoman Standar Layanan, bahwa pelaksanaan bantuan hukum diwajibkan oleh PBH yang telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum.

“Sejumlah lembaga tersebut diantaranya, Yayasan LBH Ikam, Kantor Hukum Rusman Efendi SH MH & Partners serta Kantor Hukum WFS & Rekan. Dimana kerja sama tersebut dituangkan di dalam MoU (Memorandum of Understanding) dengan besaran anggaran bantuan hukum per desa bervariasi, dari Rp3,5 hingga 7,5 juta pertahun anggaran,” ungkapnya.

Selain menyoroti soal kapasitas lembaga tersebut yang belum terakreditasi, sumber LR juga mengkritisi soal pembayaran dari pihak desa ke lembaga-lembaga tersebut yang tertuang di dalam masing-masing MoU. Dimana sistem penyaluran dananya tidak dilaksanakan melalui mekanisme reimbursement. Atau klaim penggantian biaya atas jasa yang sudah diberikan.

“Tapi di dalam beberapa subtansi poin pada MoU kerja sama bantuan hukum yang saya dapat, sistem pembayaran hanya menyebutkan waktu pembayaran sesuai dengan termin pencairan DD, tidak menyebutkan pembayaran dilakukan oleh pihak desa setelah jasa bantuan hukum diberikan (Reimbursement). Bahkan ada juga pihak desa yang telah membayar dengan cara transfer terlebih dahulu,” ujarnya.

“Harusnya mekanisme penyaluran dananya itu dilakukan dengan cara reimbursement
setelah rangkaian penyelesaian perkara, baik litigasi maupun non litigasi, selesai dilakukan oleh PBH. Hal ini sebagaimana diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2015 jo. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 63 Tahun 2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum,” imbuhnya.

Dia berpendapat, jika persoalan program bantuan hukum tersebut tidak segera disikapi oleh pihak terkait dengan langkah-langkah konkret sebagai upaya antisipasi, maka dikhawatirkan urusan program bantuan hukum di desa tersebut, kedepannya bakal menjadi sebuah masalah akan tertibnya administrasi dan persoalan hukum terkait dengan DD.

“Pihak terkait hendaknya segera mengambil langkah konkret guna antisipasi persoalan pengelolaan anggaran bantuan hukum di desa tersebut, karena kedepannya bakal berpotensi menjadi masalah hukum yang notabene bakal menjadi sorotan tingkat nasional. Selain potensi pengembalian dana oleh pihak desa karena menjadi temuan, lembaga-lembaga tersebut juga berpeluang akan dikenakan sanksi selama 10 tahun hak mengajukan verifikasi & akreditasi sebagai PBH akan ditolak oleh Kemenkum RI,” tukasnya seraya menyebutkan pihak terkait tersebut diantaranya Dinas PMD dan Inspektorat.

Sementara, hingga berita ini dipublikasikan, belum diperoleh konfirmasi maupun tanggapan dari ketiga lembaga tersebut terkait masalah kerja sama dengan sejumlah desa yang tertuang didalam MoU tentang pengelolaan anggaran bantuan hukum tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *