Www.Starindonews.com.KALIANDA – Diminta tanggapannya terkait artikel LR soal lembaga bantuan hukum (LBH) wajib terakreditasi untuk menjalin kerja sama dalam program bantuan hukum desa, Lawyer dari Kantor Hukum WFS, Ajo Supriyanto SH tak menampiknya. Namun begitu, Ajo Supriyanto mengatakan, kantor Hukum WFS tidak memiliki ikatan untuk wajib terakreditasi. Karena kata Ajo, WFS memang bukan sebuah lembaga bantuan hukum, tapi WFS & Rekan adalah sebuah kantor firma hukum (Law Firm) profesional.
“Kantor Hukum WFS & Rekan adalah sebuah Law Firm, yang memiliki konsep yang berbeda dengan lembaga bantuan hukum. Perlu dipahami bersama, bahwa firma hukum adalah sebuah badan usaha yang bergerak dibidang layanan jasa hukum dengan tarif biaya yang telah ditentukan (Profit Business). Sedangkan lembaga bantuan hukum memiliki tujuan sedikit berbeda, LBH memiliki cita-cita untuk dapat memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu dengan biaya yang minimal atau bahkan free,” ujar Ajo Supriyanto kepada LR, Senin 17 Maret 2025.
Menurut Ajo Supriyanto, hingga saat ini kantor hukum WFS belum ada kesepakatan tertulis apapun dengan pihak pemerintahan desa. Kabar adanya kerja sama dengan desa tersebut baru sebatas wacana atas keinginan sendiri dari pihak desa. Yang mana selama ini WFS dengan konsisten kerap mendampingi dalam menghadapi permasalahan hukum yang menimpah sejumlah desa tersebut tanpa ada pamrih apapun.
“Kami tidak pernah meminta ke desa untuk menjadi penasehat hukum. Namun dari pihak desa lah yang sejauh ini berinisiatif meminta kita (WFS & Rekan) untuk menjadi pendamping hukum di desanya. Mungkin pihak desa merasa nyaman dengan kami, karena selama ini senantiasa selalu kita dampingi terkait masalah apapun tanpa ada perikatan,” tutur pengacara senior ini.
Dia juga menegaskan, tidak ada penggunaan dana desa (DD) sepeserpun dalam kegiatan buka puasa bersama (Bukber) dengan sejumlah kepala desa asal Kabupaten Lampung Selatan beberapa waktu lalu di salah satu hotel di Bandarlampung
yang pada saat itu sempat ramai menjadi perbincangan karena disebut-sebut dijadikan momen untuk menandatangani MoU kerjasama.
“Kalaupun kami sebelumnya pada 10 Maret kemarin itu mengundang kepala desa di suatu acara, itu adalah murni inisiatif kami untuk menggelar acara seminar hukum yang oleh panitia pelaksana dikemas bersamaan dengan kegiatan buka puasa bersama dengan Kantor Hukum WFS & Rekan,” imbuhnya.
“(Karena) Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab kami selaku advokat profesional, sebagaimana diatur didalam UU ADVOKAT Nomor 18 Tahun 2023, yang mana UU tersebut mengatur hak dan kewajiban advokat. Salah satu kewajibannya adalah sharing atau berbagi ilmu pengetahuan dalam bentuk-bentuk seminar atau focus group discussion yang bertemakan masalah hukum,” sambung Ajo Suprianto.
Kendati demikian, saat ditanya apakah dengan begitu kantor hukum profesional atau firma hukum tetap dapat menjalin kerja sama dengan pemerintahan desa atau tidak? bahkan menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah? Dengan lugas Ajo Supriyanto menyatakan, tentunya sangat bisa.
Ajo Supriyanto berpendapat, jalinan kerja sama pendampingan hukum dengan pemerintah desa tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini, kata Ajo, mengatur tentang desa dan pemerintahan desa, termasuk kemungkinan kerja sama dengan pihak lain, termasuk Kantor Hukum Profesional atau Law Firm.
Selanjutnya, terus dia, diatur juga didalam aturan pelaksana UU melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Bahwa PP ini, sambung Ajo, mengatur tentang pelaksanaan undang-undang desa, termasuk kemungkinan kerja sama dengan pihak lain.
Menurut Ajo Supriyanto, dengan dilakukannya pendampingan hukum oleh Kantor Hukum Profesional atau Law Firm, outputnya akan dapat memberikan banyak manfaat bagi desa itu sendiri, baik itu untuk bidang hukum, ekonomi, sosial dan budaya.
“Dengan dilakukannya pendampingan hukum oleh tenaga profesional yang terlatih dan berpengalaman, maka berdampak lurus dalam membantu meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah desa dalam tata kelola pemerintahan desa yang baik dan benar (Good Government), seperti pengelolaan hukum dan produk hukum, pengelolaan aset dan keuangan desa,” pungkasnya dengan nada sedikit berpromosi.